Hello guys!!!
Bagaimana kabar kalian para penghuni blog? Semoga dikasih
kesehatan selalu.
Wah, udah kelewat lama banget gak mampir buat posting lagi.
Gak tau kenapa kayanya kalau buat rutin
seenggaknya seminggu sekali itu rada susah. Entah ada kesibukan kuliah,
acara organisasi, kehidupan bersama keluarga, dan masih banyak kegiatan lainnya
yang menyita waktu saya. (sok sibuk banget lo, Halim)
Hehehe...
Pada kesempatan kali ini, saya bakal menceritakan kegiatan
saya waktu saya masih SMA. Pada tau gak? Penasaran kan???*dih si halim geer
bingitz
Kenapa saya mau cerita masa SMA saya yang anehnya kelewat
aneh? Karena beberapa hari yang lalu saya pergi ke Anyer buat bertukar ilmu.
*gaya banget!!! Bertukar ilmu aja sampe ke Anyer Beach.
Sekali-sekali bergaya dikit kan gak da salahnya. Manusiawilah.
Jadi, dulu waktu saya kelas 2 SMA, saya pernah gabung ke
sebuah komunitas. Komunitas itu namanya “Kreative Movie Picture”. Ada yang
pernah denger? Konon katanya ini adalah komunitas pertama, satu-satunya, dan
jawaranya di Banten.*komunitas apaan tuh??? Debus???
Tuh kan kepo. Jadi ini adalah komunitas pemuda pembuat film.
Komunitas ini dianggotai oleh para pemuda-pemudi yang punya ambisi dan memaksakan diri pengen
buat film. Dengan kata lain alasan saya bergabung karena saya punya tujuan yang
sama dengan mereka. Seenggaknya meski saya gak jadi sutradara tapi pernah
menyutradarai atau pernah mengecap rasanya jadi crew film. Hehehe....
Jujur saya itu dulu maniak banget sama yang namanya nonton.
Sampe-sampe saya sering begadang waktu SMA cuma buat nonton box office atau
bioskop transtv. Saking maniaknya sampe saya hapal dialognya. Gak
tanggung-tanggung saya suka cerita sama teman-teman saya. Mereka suka cengo
karena saya exited banget waktu cerita. Cukup dengan saya cerita rasanya kaya
nonton filmnya. *lebay banget
Saking hebatnya cerita saya itu, akhirnya sampailah terdengar
ke telinga teman saya yang masuk jurusan multimedia. Namanya kita samarkan
menjadi Suchay. Pada suatu hari, Suchay mengajak saya untuk bergabung di komunitas
tersebut. Karena dia adalah wakil sutradara di komunitas tersebut. Sayang kalau
bakat saya disia-siakan, katanya. Karena tawaran yang menggiurkan itulah
akhirnya saya memutuskan untuk ikut. Siapa tau saya bisa jadi sutradara di film
yang saya buat sendiri ceritanya. Hohoho....
Saat saya bergabung, saya mendaftarkan diri jadi script
writter. Karena saya pengen meluncurkan film saya sendiri dari cerita yang saya
buat sendiri. Bisa dibilang ini adalah batu loncatan sebelum saya duduk di
kursi sutradara. Karena sutradara itu bebannya berat dan saya masih awam jadi
gak mungkinkan ujug-ujug saya jadi sutradara. Ternyata eh ternyata, yang
ngincer script writter itu gak cuma saya. Ada sekitar empat anggota baru
lainnya yang pengen ceritanya dianggat juga.
Haduhhhhh
Kalau kaya gini harus ada yang rela menguburkan impiannya
menjadi script writter. *bahasanya seolah-olah banget, Halim
Yah, dengan sangat berat hati akhirnya saya mengalah dan duduk
di posisi casting direktor. Ada yang tau? Kerjaan saya adalah memilih pemain
yang cocok untuk film tersebut dan kemudian mengarahkan pemain sebelum dishoot.
Wah, boleh juga tuh. Gak bisa ngatur sepenuhnya kaya sutradara, ngatur
pemainnya pun jadi. Hahaha.... awal yang bagus.
Tidak lama setelah saya disahkan menjadi anggota, proyek
pertama pun sudah datang menghampiri. Film pertama yang akan saya buat berjudul
“Hilal Cinta”.
*Wow, cinta? Demi apa bisa buat film bergenre Cinta? Lo kan
gak suka ma yang berbau Cinta.
Yah, mau gimana lagi? Dari pada gak da proyek dan gak dapet pengalaman.
Hehehe... emang sih cerita di film ini berbau cinta dan religi gitu. Konfliknya
juga terasa menyengat gak kalah sama film Ayat-Ayat Cinta. *Wah, songong...
Karena saya Casting Direktor, saya pasti bakal pusing milih
pemain buat main di film tersebut. Nyari di mana ya orang-orangnya? Di Sekolah?
Di lampu merah? Di Pinggir jalan? Apa di taman? Karakternya kuat gak ya?
Pokoknya banyak banget pertanyaan diotak saya. Gak pernah ikut casting atau
nganterin orang casting sih. Jadi gak tau cara memilih pemainnya kaya gimana.
Hoalah, casting director macam apaan saya ini?
Setelah bersibuk-sibuk ria memikirkan itu, saya dikabari oleh
Suchay bahwa para pemain sudah didapat. Loh? Jadi kerjaan saya udah ada yang
ngerjain? Ya sudah lah, masih awam.
Nah, hari pertama shooting... yey!!! Gimana ya kesan di lokasi
shooting? Huuuu deg-degan banget. Sepulang sekolah saya pergi ke salah satu
pesantren yang jadi lokasi shooting pertama kita. Kesan pertama ketemu sama
pemeran utama laki-lakinya hanya satu kata. Cengo. Mereka putih dan ganteng
banget. Saya kalah. *emang kamu ganteng, Lim? Sejak kapan????
Kalau deket sama mereka itu bikin minder. Makanya, kalau
ngatur mereka itu gak berani. Takut. Hihihi... apa lagi badan mereka gede. Wah,
pokoknya proporsional deh. Kalau sama yang lain sih berani aja. Bahkan sama
kiyai sekalipun. Mungkin karena gak kalah bersaing kali yah.
Tapi, ngatur orang itu harus ekstra sabar. Apalagi sama yang
tua. Nanti bisa kualat kalau ngebentak. Makanya harus ekstra lembut, pinter
ngerayu, dan kasih sogokan. *sampe segitunya, Lim?!!
Iyah, karena setiap orang punya karakter yang berbeda kali
yah. Jadi setiap orang punya permasalahan yang berbeda. Contohnya Pak kiyai
kadang lupa sama teks. Maklum faktor usia. Ibu Kiyai, cepet badmood. Si laki-laki
ganteng, ekspresinya kurang karena pertama kali akting. Pa polisi demam kamera.
Haduh, haduh....
Karena suka gak tahan saya sering alih profesi jadi make uper,
cameramen, pemegang lighting, peralatan, sampe figuran yang cuma numpang lewat
aja saya geluti. Alhasil, kedudukan saya sebagai Casting Director pun jadi
hanya sebutan belaka. Seharusnya, di nametag saya berprofesi serabutan bukan
Casting Director. Sampai sekarang saya belum benar-benar memahami jabatan itu. Tapi
sisi positifnya adalah saya bisa tahu lebih banyak dengan mencoba banyak
profesi.
Setelah pembuatan film selesai, film “Hilal Cinta”
diluncurkan. Banyak teman-teman sekelas saya yang saya ajak buat nonton film itu.
Gak disangka-sangka respon mereka sangat interesting. Seneng banget rasanya. Ternyata
teman-teman saya sangat mendukung saya sampai sejauh ini. Huhuhu... T-T
*Alamak!!! Lebay sekali kau ini....
Awal pemutaran film, tidak ada hal yang aneh. Film cukup
membuat mereka terfokus. Asik, asik.... sukses nih kayanya.
Tapi ditengah pemutaran film, muncul seorang gadis di ujung
ruangan sedang menangis dengan wajah tertutup menggunakan kemeja dan kerudung
berwarna biru dan rok hitam. Mata teman-teman beralih menatap saya penuh rasa
curiga. Itu adalah saya yang sedang menjadi figuran. Bodohnya, pakaian yang
saya gunakan adalah seragam sekolah saya. Keliatan lah... lalu saya muncul
lagi. Kali ini saya Cuma memamerkan punggung saya. Kemudian saya tampil lagi
menggunakan seragam putih abu-abu. Kebodohan yang lain lagi adalah kemeja putih
yang saya gunakan memakai logo sekolah saya.
Gubrak....
Ternyata peran saya sebagai figuran gak cuma sampai di situ. Kemudian
ada scene dimana pemeran utam sedang duduk ditangga. Pada scene itu dibutuhkan
peran figuran yang bolak-balik atau nunpang lewat. Nah, saya di situ lewat dari
arah sebelah kanan tangga. Sampai di tengah pemain utama saya berhenti. Nervous.
Lalu saya balik arah dan ngambil orang lain yang juga memakai seragam putih
abu-abu untuk menemani saya sampai ke seberang.
Teman-teman saya tertawa terbahak-bahak. Tidak hanya mereka
tapi juga penonton lain yang ada dalam ruangan. Tingkah saya telah mengungkap
kalau beberapa hal
1.
Dimana saya bersekolah
2.
Saya demam camera
Dari hal yang telah terungkap, ini bisa menjadi hal positif
dan negatif bagi sekolah saya. Positifnya adalah sekolah saya semakin terkenal.
Hal negatifnya adalah ternyata punya murid yang kualitas aktingnya sangat buruk
bahkan untuk menjadi figuran sekalipun. Pada kesempatan ini saya ingin meminta
maaf karena telah menjadi aib sekolah saya. Huhuhu...
Sejak saat itu saya dijuluki sebagai pemeran figuran. Dan profesi
sebagai casting director lenyap tak bersisa.....
Sayonara Casting Director!!!!